Sejarah Desa Kebonsari


Filosofi Kebonsari Desa Kebonsari asal mulanya berada di Desa Kedu, sebelah timur Desa Kebonsari saat ini. Pada waktu itu ada banyak kuburan, kuburan itu menjadi sawah, akhirnya berpindah menjadi sebuah pemukiman di era Mbah Sudrono. Daerah Kebonsari mulanya kebon bambu yang luas. Beliau sendiri (Mbah Sudrono) merupakan cikal bakal berdirinya Desa Kebonsari. Masyarakat di Desa Kebonsari sering memperingati wafatnya beliau satu tahun sekali (haul) sebagai wujud penghormatan kepadanya. Asal usul nama Kebonsari berasal dari kata Kebon artinya kebun dan Sari yang berasal dari serangkaian makna gemah ripah loh jinawi yang berarti tenteram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Desa Kebonsari mempunyai tujuh dusun. Dusun Mangunan, Pugeran, Bantengan, Bantengan, Bendan, Dengok, dan Bathok (Wonorejo). Tiap-tiap dusun memiliki sejarah tersendiri, Dusun Mangunan, dinamakan Dusun Mangunan karena zaman perang diponegoro para penjajah Belanda ketika sampai di tempat yang sekarang (Mangunan) mereka (para penjajah Belanda) munga-mangu kemudian kembali menjauh dari dusun tersebut. Dusun Pugeran, asal nama Pugeran adalah ada seorang kyai (pemimpin), beliau dijuluki Kyai Puger, yang merupakan cikal bakal adanya dusun tersebut. Kemudian warga se tempat memberi nama wilayah tersebut dengan nama Pugeran. Kyai Puger dimakamkan di sawah sekitar dusun. Dusun Bantengan, cikal bakal nama Bantengan karena ada pohon beringin yang besar di wilayah tersebut, bentuknya seperti tanduk banteng. Kemudian warga memberi nama wilayah tersebut dengan nama Bantengan. Dusun Bendan, ada pohon bendo yang besar sekali. Dusun Dengok, pada era diponegoro di Dusun Dengok para menjajah dengok, ra sido lungo/moro.Dusun Wonorejo (Batok), dahulu era penjajahan musuhnya bersembunyi dibawah tempurung kelapa. Dusun Batok memiliki nama lain yaitu Wonorejo, diartikan sebagai wono yang artinya alas dan rejeh artinya seneng.

chat